Rabu, 27 Juli 2016

Makalah Manajemen Aktiva dan Pasiva Bank


1. arti dan tujuan bank umumkonvensional
-Manajemen Bank Umum Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya       secarakonvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.
-Tujuan bank umum konvensional: mencari keuntungan. Keuntungan merupakan selisih antara pendapatan dan biaya. Secara sederhana, keuntungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut Keuntungan = Pendapatan – Biaya
Pendapatan diperoleh dari hasil kegiatan yang berupa pemberian pinjaman dan pembelian surat-surat berharga, sedangkan biayanya berupa pembayaran bunga dan biaya-biaya lain dalam upayanya menarik sumber dana masyarakat.
 2. sifat bisnis bank adalah kepercayaan dan kerahasiaan
-kepercayaan bank yang diberikan masyarakat kepada bank, kepercayaan itu diwujudkan dalam bentuk merahasiakan siapa yang membeli surat berharganya. Atau, dalam bahasa keseharian, bank menjaga kerahasiaan informasi yang berkaitan dengan nasabahnya. Ada yang berpendapat, kalau begitu, bank bisa saja menjual surat berharga simpanannya kepada siapa saja, termasuk orang yang tidak jelas identitas maupun legalitasnya. Tentunya tidak. Bank diwajibkan melakukan identifikasi risiko melalui apa yang disebut dengan know your customer (KYC). Melalui penerapan KYC, bank melakukan pencatatan informasi mengenai nasabahnya. Hal lain yang juga harus dilakukan dalam kerangka menjaga kepercayaan adalah diberlakukannya kewajiban untuk melaporkan transaksi yang mencurigakan. Transaksi yang mencurigakan tidak selalu bisa divonis sebagai sebuah tindak kejahatan atau bagian dari tindak kejahatan.
-Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya.
Yang di rahasiakan bank sebagaiberikut :
a. Jumlah kekayaan nasabah
b. Biodata nasabah
c. Pinjaman nasabah
3. klasifikasi bank
-segi fungsinya
a. bank umum: bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayarannya.
b. BPR: bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
-segi kepemilikannya
a. bank pemerintah: bank yang sebagiaan modalnya dimiliki oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.
b. bank swasta nasional: bank yang sebagian besar dimiliki oleh swasta nasional Indonesia.
c. bank koperasi: bank yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh perusahaan berbadan hokum koperasi.
d. bank asing: bank yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh asing, baik swasta maupun pemerintah asing.
e. bank campuran: bank yang modalnya dimiliki oleh swasta nasional Indonesia dan asing, dan pada umumnya sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta Indonesia.
-segi statusnya:
a. bank devisa: bank yang melaksanakan transaksi luar negeri atau transaksinya berhubungan dengan valas.
b. bank nondevisa: bank yang tidak boleh melakukan transaksi luar negeri atau berkaitan denan valas.
-segi penentuan harganya
a. bank konvensional: bank yang dalam menentukan haranya menetapkan suatu tingkat bunga tertentu, baik untuk dana yang dikumpulkan maupun disalurkan.
b. bank syariah: bank yang penentuan harganya tidak menetapkan suatu bunga  tetapi didasarkan prinsip syariah.
4.tujuan manajemen bank: memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Kekayaan pemegang saham diukur dengan nilai pasar saham & jumlah dividen tunai yang dibayar.
-Nilai pasar saham bank bergantung pada tiga faktor, yaitu:
a. jumlah arus kas yang dibayar kepada para pemegang saham bank
b. penentuan waktu arus kas
c. risiko yang terlibat dalam arus kas.
5. resiko bank
-resiko kredit: kemungkinan bahwa peminjam tidak memenuhi kewajiban kewajibannya.
-resiko tingkat bunga: kemungkinan bahwa tingkat bunga pasar berubah dan tidak menguntungkang bagi bank.
-resiko operasional: resiko yang berkaitan dengan munculnya problem yang berkaitan dengan penyerahan atau jasa suatu produk.
-resiko likuiditas: resiko yang berkaitan dengan kemampuan bank untuk memenuhi penarikan dana, baik dari deposan maupun peminjam.
-resiko harga: resiko yang berkaitan dengan pembentukan pasar , persetujuan, atau pengambilan posisi dalam sekuritas, derivative, valas, atau instrument keuangan lain.
-resiko kepatuhan: resiko yang muncul dari pelanggaran hokum, peraturan, dsb.
-resiko valas: resiko yang berkaitan dengan adanya pertukaran kurs tukar valas yang dapat merugikan bank.
-resiko strategic: resiko yang muncul dari pembuatan keputusan bisnsis yang jelek yang berpenaruh negative terhadap nilai bank.
-risiko reputasi: risiko yang muncul dari opini public atas bank. Opini negative muncul dari pelayanan yang jelek, kegagalan melayani kebutuhan kredit masyarakat, dsb.
6. fungsi yang diemban oleh bank komersial
-pembayaran: penyelesaian transaki keuangan.
-intermediasi keuangan: mendapatkan dana dari deposan dan lainnya, kemudian dipinjamakn kepada peminjam.
-jasa 2 keungan lain meliputi: menjalankan aktivitas OBS, aktivitas 2 yang berkaitan dengan asuransi dan sekuritas, jasa perbendaharaan.
7. Adapun sumber-sumber dana pada bank adalah sebagai berikut:
-Dana yang bersumber dari bank itu sendiri (dana pihak ke I)
Sumber dana ini menempatkan sumber dana dari modal sendiri terdiri dari pemegang saham secara garis besar dapat disimpulkan pencairan dana sendiri terdiri dari:
a. Setoran modal dari pemegang saham
b. Cadangan-cadangan bank, maksudnya ada cadangan-cadangan laba pada tahun lalu yang tidak dibagi kepada pemegang saham, cadangan ini sengaja disediakan untuk mengantisipasi laba tahun yang akan datang.
Laba bank yang belum dibagi merupakan laba yang memang belum dibagikan pada tahun yang bersangkutan sehingga dapat dimanfaatkan sebagian modal untuk sementara waktu
-Dana yang bersumber dari lembaga lainnya (dana pihak ke II)
Dana ini diperoleh  melalui pinjaman dari pihak luar, diantaranya:
a. Kredit likuiditas dari bank Indonesia Kredit yang diberikan bank indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditasnya.
b. Pinjaman dari bank-bank lain (call money) Pinjaman antara bank ini biasanya diminta apabila ada kebutuhan mendesak yang diperlukan bank. Jangka waktu tidak lama yaitu sekitar satu bulan dan bahkan hanya beberapa hari saja, kadang kala hanya meminjam untuk satu malam yang biasanya disebut over night call money.
c. Surat berharga pasar uang (SBPU) Pihak perbankan menerbitkan SBPU kemudian diperjual belikan kepada pihak yang berminat, baik perusahaan keuangan maupun non keuangan.
-Dana yang berasal dari masyarakat luas (dana pihak III)
Pengertian sumber dana pihak ketiga menurut Kasmir (2002:63) yaitu ”Sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini”. Pencarian dana dari sumber ini relatif paling mudah jika dibandingkan dengan sumber lainnya dan pencarian dana dari sumber dana ini paling dominan.
Adapun sumber dana dari masyarakat luas dapat dilakukan dalam bentuk:
a. Tabungan Simpanan pihak ketiga pada bank tanpa penetapan jangka waktu kepada bank dan penarikannya menggunakan syarat-syarat tertentu.
b. Deposito Simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak bank dengan nasabah.
c. Giro Simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, atau dengan menerbitkan surat perintah pembayaran lain.
8. aktiva yang merupakan rekening terbesar dalam bank: Jika Anda memiliki rekening koran atau giro, Anda dapat menulis cek untuk membayar tagihan tanpa perlu pergi ke institusi keuangan atau ke kantor pos untuk membeli surat perintah pembayaran atau cek kasir.   Anda juga dapat menentukan pembayaran tagihan (misalnya penyewaan atau gadai atau cicilan mobil) otomatis dari rekening pribadi sehingga Anda tidak perlu menulis cek.
9. perbedaannya
-perbankan individual: kredit konsumen, kredit hipotek perumbahan, kredit angsuran konsumen, pembiayaan kartu kredit, pembiayaan mobil dan kapal, jasa 2 perentaraan, kredit pendidikan, dan jasa 2 investasi keuangan individu.
-perbankan kelembagaan: kredit untuk perusahaan 2 non keuangan, perusahaan 2 keuangan, dan pemerintah.

10. sumber pendapatan bank umum konvensional
-Pendapatan bunga (Interest Income) adalah pendapatan yang diperoleh dalam bentuk bunga atas pemberian kredit sebagai penyalur dana kepada masyarakat, baik perorangan atau badan usaha dan juga penempatan dana kepada bank lain.
-Pendapatan non bunga (Fee Based Income) adalah pendapatan provisi, fee atau komisi yang diperoleh bank yang bukan merupakan pendapatan bunga. Pendapatan ini dapat juga diperoleh dari pemasaran produk maupun transaksi jasa Perbankan.
11. jenis biaya yang ditanggung bank umum konvensional
-Biaya Operasional, terdiri dari :
a. Biaya Bunga Biaya ini paling besar porsinya terhadap biaya bank keseluruhan. Biaya ini harus diantisipasikan oleh bank pada penutupan tahun buku atau pada tanggal laporan.
b. Biaya Valuta Asing Biaya dalam transaksi valuta asing biasanya muncul dari selisih kurs yang merugi. Munculnya kerugian selisih kurs baik dari transaksi spot, forward, maupun swap akan dibebankan ke dalam laporan laba rugi.
c. Biaya Overhead Dalam operasi bank sehari-hari diperlukan biaya untuk mengolah transaksi. Biaya ini berhubungan langsung dengan periode terjadinya sehingga harus dicatat dan diakui sebagai beban periode berjalan.

d. Biaya overhead yang terjadi di bank memiliki ciri-ciri : Tidak dapat diidentifikasikan secara langsung dengan jasa yang dihasilkan karena biaya yang dikeluarkan untuk semua kegiatan bank
1. Menjadi biaya pada periode terjadinya
2. Tidak memberikan manfaat untuk masa yang akan dating
Contoh biaya overhead : biaya gaji pegawai, tunjangan-tunjangan, biaya penyusutan aktiva tetap, biaya kegiatan kantor dll.
-Biaya Non Operasional Yaitu biaya–biaya yang yang dikeluarkan yang tidak berkaitan dengan kegiatan utama bank misalnya kerugian dari penjualan aktiva tetap.






RESUME SEJARAH PASAR UANG DAN PASAR MODAL
Sejarah Reksa Dana Pasar Uang Pada tahun 1971, Bruce R. Bent dan Henry B. R. Brown mendirikan dana pasar uang pertama di Amerika Serikat Saat itu bernama Dana Cadangan dan ditawarkan kepada investor yang tertarik dalam melestarikan kas mereka dan mendapatkan tingkat pengembalian yang kecil. Beberapa dana lebih lama mengatur dan pasar tumbuh secara signifikan selama beberapa tahun mendatang.
Dana pasar uang di AS menciptakan celah di sekitar Peraturan T, yang pada saat itu dilarang rekening giro dari membayar bunga dan dengan demikian reksa dana pasar uang dapat dilihat sebagai pengganti untuk rekening bank.
Sejarah Reksadana Pasar Uang Di luar AS, dana pasar uang pertama didirikan pada tahun 1968 dan dirancang untuk investor kecil. Dana tersebut disebut conta Garantia dan diciptakan oleh John Oswin Schroy. Investasi Dana sudah termasuk denominasi rendah kertas komersial.
Pada 1990-an, suku bunga bank di Jepang mendekati nol untuk jangka waktu. Untuk mencari hasil yang lebih tinggi dari angka ini rendah di deposito bank, investor reksa dana pasar uang yang digunakan untuk deposito jangka pendek sebagai gantinya. Namun, dana uang beberapa pasar jatuh pendek dari nilai stabil mereka pada tahun 2001 karena kebangkrutan Enron, di mana beberapa dana Jepang telah menginvestasikan, dan investor melarikan diri ke pemerintah diasuransikan rekening bank. Sejak maka nilai total pasar uang tetap rendah.
Dana pasar uang di Eropa selalu jauh lebih rendah tingkat investasi modal daripada Amerika Serikat atau Jepang. Aturan dalam Uni Eropa telah selalu mendorong investor untuk menggunakan deposito bank jangka pendek, bukan dana pasar uang
Reksa dana pasar uang mencari nilai aset bersih atau NAB yang stabil (yang biasanya $ 1,00 di Amerika Serikat) mereka dirancang untuk tidak pernah kehilangan uang. Jika dana NAB turun di bawah $ 1,00, mengatakan bahwa Dana "pecah dolar."
Ini adalah langka, hingga krisis keuangan tahun 2008, hanya tiga dana melanggar tangki dalam sejarah 37-tahun uang. Penting untuk dicatat bahwa, meskipun berarti yang cukup aman, akan banyak kegagalan lebih kecuali kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan yang menawarkan dana pasar uang di masa lalu, campur tangan bila perlu untuk mendukung IMF dan menghindari kebutuhan dana untuk "memecahkan dolar." Hal ini dilakukan karena lebih dari yang diperlukan untuk keselamatan nilai yang diharapkan ke bisnis membiarkan nilai dana – dalam kehilangan pelanggan dan reputasi -.
Uang Reksa dana pasar pertama adalah yang pertama untuk memecahkan tangki Multifund pendapatan sehari-hari (FMDI) pada tahun 1978, dan dikonfirmasi penghapusan NAB pada 94 sen per saham. Argumen yang tidak teknis FMDI uang dana pasar, sedangkan jatuh tempo rata-rata sekuritas dalam portofolio melebihi dua tahun, penghapusan dicapai. [6] Namun, investor potensial diberitahu bahwa MFDI akan berinvestasi "hanya dalam jangka pendek (30-90 hari ) kewajiban PASAR UANG "Selain itu aturan yang membatasi pembayaran reksa dana pasar uang yang dapat diinvestasikan dalam, Peraturan. 2-A7 UU Perusahaan Investasi tahun 1940, itu tidak diadopsi hingga 1983. Sebelum adopsi dari aturan reksa dana harus telah melaporkan sedikit berbeda dari diri kita sebagai dana pasar uang, yang membuat FMDI. Pencarian untuk hasil tinggi, FMDI diperoleh jatuh tempo dan tingkat suku bunga yang lebih tinggi mempengaruhi nilai portofolionya. Untuk memenuhi dana penyelesaian berkembang dipaksa untuk menjual sertifikat deposito pada kerugian 3%, mendorong konfirmasi dari NAB Tingkat Pertama dan Dana Pasar Uang, "melanggar dolar».
Komunitas Bankir pemerintah AS mendanai kapal pecah pada tahun 1994, investor membayar 96 sen per saham. Itu hanya kecelakaan kedua, sejarah 23-tahun uang dan selama 14 tahun tidak kegagalan lebih lanjut. Dana investasi sebagian besar dari aktivanya dalam Efek dari tarif diatur. Sebagai suku bunga mawar, merupakan efek tingkat mengambang telah kehilangan nilai. Dana ini adalah dana institusional uang bukanlah uang ritel, sehingga orang tidak langsung terkena dampak.
Sejarah Pasar Modal Di IndonesiaDalam sejarah Pasar Modal Indonesia, kegiatan jual beli saham dan obligasi dimulai pada abad-19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan oleh Verreniging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, jual beli efek telah berlangsung sejak 1880.
Pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs mendirikan cabang bursa efek di Batavia. Di tingkat Asia, bursa Batavia tersebut merupakan yang tertua ke-empat setelah Bombay, Hongkong, dan Tokyo.
Zaman Penjajahan
Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salah satu sumber dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi.
Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya berdiri secara resmi pasar modal di Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 dan bernama Vereniging voor de Effectenhandel (bursa efek) dan langsung memulai perdagangan.
Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu : Fa. Dunlop & Kolf; Fa. Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa. Adree Witansi & Co.; Fa. A.W. Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa. Wiekert & V.D. Linden; Fa. Walbrink & Co; Wieckert & V.D. Linden; Fa. Vermeys & Co; Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders.
Sedangkan Efek yang diperjual-belikan adalah saham dan obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan Pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya.
Perkembangan pasar modal di Batavia tersebut begitu pesat sehingga menarik masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat tersebut, pada tanggal 11 Januari 1925 di kota Surabaya dan 1 Agustus 1925 di Semarang resmi didirikan bursa.
Anggota bursa di Surabaya waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. V. Van Velsen, Fa. Beaukkerk & Cop, dan N. Koster. Sedangkan anggota bursa di Semarang waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. Monad & Co, Fa. Companien & Co, serta Fa. P.H. Soeters & Co.
Perkembangan pasar modal waktu itu cukup menggembirakan yang terlihat dari nilai efek yang tercatat yang mencapai NIF 1,4 milyar (jika di indeks dengan harga beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah + Rp. 7 triliun) yang berasal dari 250 macam efek.
Perang Dunia II
Pada permulaan tahun 1939 keadaan suhu politik di Eropa menghangat dengan memuncaknya kekuasaan Adolf Hitler. Melihat keadaan ini, pemerintah Hindia Belanda mengambil kebijaksanaan untuk memusatkan perdagangan Efek-nya di Batavia serta menutup bursa efek di Surabaya dan di Semarang.
Namun pada tanggal 17 Mei 1940 secara keseluruhan kegiatan perdagangan efek ditutup dan dikeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa semua efek-efek harus disimpan dalam bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda. Penutupan ketiga bursa efek tersebut sangat mengganggu likuiditas efek, menyulitkan para pemilik efek, dan berakibat pula pada penutupan kantor-kantor pialang serta pemutusan hubungan kerja. Selain itu juga mengakibatkan banyak perusahaan dan perseorangan enggan menanam modal di Indonesia.
Dengan demikian, dapat dikatakan, pecahnya Perang Dunia II menandai berakhirnya aktivitas pasar modal pada zaman penjajahan Belanda
 Sejarah  >  Pasar Modal Orde Lama
Aktif Kembali
Setahun setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan RI, tepatnya pada tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali Pasar Modal Indonesia.
Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No. 13 tanggal 1 September 1951, yang kelak ditetapkankan sebagai Undang-undang No. 15 tahun 1952 tentang Bursa, pemerintah RI membuka kembali Bursa Efek di Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama 12 tahun. Adapun penyelenggaraannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 bank negara dan beberapa makelar Efek lainnya dengan Bank Indonesia sebagai penasihat.
Sejak itu Bursa Efek berkembang dengan pesat, meskipun Efek yang diperdagangkan adalah Efek yang dikeluarkan sebelum Perang Dunia II. Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954, 1955, dan 1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik perorangan maupun badan hukum. Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam.
Masa Konfrontasi
Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958, karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia.
Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik Indonesia dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958.
Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangkan semua Efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, termasuk semua Efek yang bernominasi mata uang Belanda, makin memperparah perdagangan Efek di Indonesia.
Tingkat inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi ketika itu, makin menggoncang dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal, juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1966.
Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga tidak menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada zaman Orde Lama
Sejarah  >  Pasar Modal Orde Baru
Langkah demi langkah diambil oleh pemerintah Orde Baru untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang rupiah. Disamping pengerahan dana dari masyarakat melalui tabungan dan deposito, pemerintah terus mengadakan persiapan khusus untuk membentuk Pasar Modal.
Dengan surat keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968, di BI di bentuk tim persiapan (PU) Pasar Uang dan (PM) Pasar Modal. Hasil penelitian tim menyatakan bahwa benih dari PM di Indonesia sebenarnya sudah ditanam pemerintah sejak tahun 1952, tetapi karena situasi politik dan masyarakat masih awam tentang pasar modal, maka pertumbuhan Bursa Efek di Indonesia sejak tahun 1958 s/d 1976 mengalami kemunduran.
Setelah tim menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka dengan surat keputusan Kep-Menkeu No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral.
Dengan terbentuknya Bapepam, maka terlihat kesungguhan dan intensitas untuk membentuk kembali PU dan PM. Selain sebagai pembantu menteri keuangan, Bapepam juga menjalankan fungsi ganda yaitu sebagai pengawas dan pengelola bursa efek.
Pada tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan kepres RI No. 52 tahun 1976 pasar modal diaktifkan kembali dan go publik-nya beberapa perusahaan. Pada jaman orde baru inilah perkembangan PM dapat di bagi menjadi 2, yaitu tahun 1977 s/d 1987 dan tahun 1987 s/d sekarang.
Perkembangan pasar modal selama tahun 1977 s/d 1987 mengalami kelesuan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan dana dari bursa efek. Fasilitas-fasilitas yang telah diberikan antara lain fasilitas perpajakan untuk merangsang masyarakat agar mau terjun dan aktif di Pasar Modal.
Tersendatnya perkembangan pasar modal selama periode itu disebabkan oleh beberapa masalah antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham dan lain sebagainya.
Untuk mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang berkaitan dengan perkembangan pasar modal, yaitu Paket Kebijaksanaan Desember 1987, Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988.
Pakdes 1987
Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Selain itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49% dari total emisi.
Pakdes 87 juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.
Pakto 88
Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankkan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito.
Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal. Sebab dengan keluarnya kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.

Pakdes 88
Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.
Karena tiga kebijaksanaan inilah pasar modal menjadi aktif untuk periode 1988 hingga sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar