1. arti dan tujuan bank umumkonvensional
-Manajemen Bank Umum Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secarakonvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.
-Tujuan bank umum konvensional: mencari
keuntungan. Keuntungan merupakan selisih antara pendapatan dan biaya.
Secara sederhana, keuntungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut Keuntungan = Pendapatan – Biaya
Pendapatan
diperoleh dari hasil kegiatan yang berupa pemberian pinjaman dan
pembelian surat-surat berharga, sedangkan biayanya berupa pembayaran
bunga dan biaya-biaya lain dalam upayanya menarik sumber dana
masyarakat.
2. sifat bisnis bank adalah kepercayaan dan kerahasiaan
-kepercayaan
bank yang diberikan masyarakat kepada bank, kepercayaan itu diwujudkan
dalam bentuk merahasiakan siapa yang membeli surat berharganya. Atau,
dalam bahasa keseharian, bank menjaga kerahasiaan informasi yang
berkaitan dengan nasabahnya. Ada yang berpendapat, kalau begitu, bank
bisa saja menjual surat berharga simpanannya kepada siapa saja, termasuk
orang yang tidak jelas identitas maupun legalitasnya. Tentunya tidak.
Bank diwajibkan melakukan identifikasi risiko melalui apa yang disebut
dengan know your customer (KYC). Melalui penerapan KYC, bank melakukan
pencatatan informasi mengenai nasabahnya. Hal lain yang juga harus
dilakukan dalam kerangka menjaga kepercayaan adalah diberlakukannya
kewajiban untuk melaporkan transaksi yang mencurigakan. Transaksi yang
mencurigakan tidak selalu bisa divonis sebagai sebuah tindak kejahatan
atau bagian dari tindak kejahatan.
-Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya.
Yang di rahasiakan bank sebagaiberikut :
a. Jumlah kekayaan nasabah
b. Biodata nasabah
c. Pinjaman nasabah
3. klasifikasi bank
-segi fungsinya
a.
bank umum: bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayarannya.
b.
BPR: bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
-segi kepemilikannya
a. bank pemerintah: bank yang sebagiaan modalnya dimiliki oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.
b. bank swasta nasional: bank yang sebagian besar dimiliki oleh swasta nasional Indonesia.
c. bank koperasi: bank yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh perusahaan berbadan hokum koperasi.
d. bank asing: bank yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh asing, baik swasta maupun pemerintah asing.
e.
bank campuran: bank yang modalnya dimiliki oleh swasta nasional
Indonesia dan asing, dan pada umumnya sebagian besar sahamnya dimiliki
oleh swasta Indonesia.
-segi statusnya:
a. bank devisa: bank yang melaksanakan transaksi luar negeri atau transaksinya berhubungan dengan valas.
b. bank nondevisa: bank yang tidak boleh melakukan transaksi luar negeri atau berkaitan denan valas.
-segi penentuan harganya
a.
bank konvensional: bank yang dalam menentukan haranya menetapkan suatu
tingkat bunga tertentu, baik untuk dana yang dikumpulkan maupun
disalurkan.
b. bank syariah: bank yang penentuan harganya tidak menetapkan suatu bunga tetapi didasarkan prinsip syariah.
4.tujuan manajemen bank: memaksimumkan
kekayaan pemegang saham. Kekayaan pemegang saham diukur dengan nilai
pasar saham & jumlah dividen tunai yang dibayar.
-Nilai pasar saham bank bergantung pada tiga faktor, yaitu:
a. jumlah arus kas yang dibayar kepada para pemegang saham bank
b. penentuan waktu arus kas
c. risiko yang terlibat dalam arus kas.
5. resiko bank
-resiko kredit: kemungkinan bahwa peminjam tidak memenuhi kewajiban kewajibannya.
-resiko tingkat bunga: kemungkinan bahwa tingkat bunga pasar berubah dan tidak menguntungkang bagi bank.
-resiko operasional: resiko yang berkaitan dengan munculnya problem yang berkaitan dengan penyerahan atau jasa suatu produk.
-resiko
likuiditas: resiko yang berkaitan dengan kemampuan bank untuk memenuhi
penarikan dana, baik dari deposan maupun peminjam.
-resiko
harga: resiko yang berkaitan dengan pembentukan pasar , persetujuan,
atau pengambilan posisi dalam sekuritas, derivative, valas, atau
instrument keuangan lain.
-resiko kepatuhan: resiko yang muncul dari pelanggaran hokum, peraturan, dsb.
-resiko valas: resiko yang berkaitan dengan adanya pertukaran kurs tukar valas yang dapat merugikan bank.
-resiko strategic: resiko yang muncul dari pembuatan keputusan bisnsis yang jelek yang berpenaruh negative terhadap nilai bank.
-risiko
reputasi: risiko yang muncul dari opini public atas bank. Opini
negative muncul dari pelayanan yang jelek, kegagalan melayani kebutuhan
kredit masyarakat, dsb.
6. fungsi yang diemban oleh bank komersial
-pembayaran: penyelesaian transaki keuangan.
-intermediasi keuangan: mendapatkan dana dari deposan dan lainnya, kemudian dipinjamakn kepada peminjam.
-jasa
2 keungan lain meliputi: menjalankan aktivitas OBS, aktivitas 2 yang
berkaitan dengan asuransi dan sekuritas, jasa perbendaharaan.
7. Adapun sumber-sumber dana pada bank adalah sebagai berikut:
-Dana yang bersumber dari bank itu sendiri (dana pihak ke I)
Sumber
dana ini menempatkan sumber dana dari modal sendiri terdiri dari
pemegang saham secara garis besar dapat disimpulkan pencairan dana
sendiri terdiri dari:
a. Setoran modal dari pemegang saham
b.
Cadangan-cadangan bank, maksudnya ada cadangan-cadangan laba pada tahun
lalu yang tidak dibagi kepada pemegang saham, cadangan ini sengaja
disediakan untuk mengantisipasi laba tahun yang akan datang.
Laba
bank yang belum dibagi merupakan laba yang memang belum dibagikan pada
tahun yang bersangkutan sehingga dapat dimanfaatkan sebagian modal untuk
sementara waktu
-Dana yang bersumber dari lembaga lainnya (dana pihak ke II)
Dana ini diperoleh melalui pinjaman dari pihak luar, diantaranya:
a.
Kredit likuiditas dari bank Indonesia Kredit yang diberikan bank
indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditasnya.
b.
Pinjaman dari bank-bank lain (call money) Pinjaman antara bank ini
biasanya diminta apabila ada kebutuhan mendesak yang diperlukan bank.
Jangka waktu tidak lama yaitu sekitar satu bulan dan bahkan hanya
beberapa hari saja, kadang kala hanya meminjam untuk satu malam yang
biasanya disebut over night call money.
c.
Surat berharga pasar uang (SBPU) Pihak perbankan menerbitkan SBPU
kemudian diperjual belikan kepada pihak yang berminat, baik perusahaan
keuangan maupun non keuangan.
-Dana yang berasal dari masyarakat luas (dana pihak III)
Pengertian
sumber dana pihak ketiga menurut Kasmir (2002:63) yaitu ”Sumber dana
terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan
bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini”. Pencarian
dana dari sumber ini relatif paling mudah jika dibandingkan dengan
sumber lainnya dan pencarian dana dari sumber dana ini paling dominan.
Adapun sumber dana dari masyarakat luas dapat dilakukan dalam bentuk:
a.
Tabungan Simpanan pihak ketiga pada bank tanpa penetapan jangka waktu
kepada bank dan penarikannya menggunakan syarat-syarat tertentu.
b.
Deposito Simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat
dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak
bank dengan nasabah.
c.
Giro Simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, atau dengan
menerbitkan surat perintah pembayaran lain.
8. aktiva yang merupakan rekening terbesar dalam bank:
Jika Anda memiliki rekening koran atau giro, Anda dapat menulis cek
untuk membayar tagihan tanpa perlu pergi ke institusi keuangan atau ke
kantor pos untuk membeli surat perintah pembayaran atau cek kasir.
Anda juga dapat menentukan pembayaran tagihan (misalnya penyewaan atau
gadai atau cicilan mobil) otomatis dari rekening pribadi sehingga Anda
tidak perlu menulis cek.
9. perbedaannya
-perbankan
individual: kredit konsumen, kredit hipotek perumbahan, kredit angsuran
konsumen, pembiayaan kartu kredit, pembiayaan mobil dan kapal, jasa 2
perentaraan, kredit pendidikan, dan jasa 2 investasi keuangan individu.
-perbankan kelembagaan: kredit untuk perusahaan 2 non keuangan, perusahaan 2 keuangan, dan pemerintah.
10. sumber pendapatan bank umum konvensional
-Pendapatan
bunga (Interest Income) adalah pendapatan yang diperoleh dalam bentuk
bunga atas pemberian kredit sebagai penyalur dana kepada masyarakat,
baik perorangan atau badan usaha dan juga penempatan dana kepada bank
lain.
-Pendapatan
non bunga (Fee Based Income) adalah pendapatan provisi, fee atau komisi
yang diperoleh bank yang bukan merupakan pendapatan bunga. Pendapatan
ini dapat juga diperoleh dari pemasaran produk maupun transaksi jasa
Perbankan.
11. jenis biaya yang ditanggung bank umum konvensional
-Biaya Operasional, terdiri dari :
a.
Biaya Bunga Biaya ini paling besar porsinya terhadap biaya bank
keseluruhan. Biaya ini harus diantisipasikan oleh bank pada penutupan
tahun buku atau pada tanggal laporan.
b.
Biaya Valuta Asing Biaya dalam transaksi valuta asing biasanya muncul
dari selisih kurs yang merugi. Munculnya kerugian selisih kurs baik dari
transaksi spot, forward, maupun swap akan dibebankan ke dalam laporan
laba rugi.
c.
Biaya Overhead Dalam operasi bank sehari-hari diperlukan biaya untuk
mengolah transaksi. Biaya ini berhubungan langsung dengan periode
terjadinya sehingga harus dicatat dan diakui sebagai beban periode
berjalan.
d. Biaya overhead yang terjadi di bank memiliki ciri-ciri : Tidak dapat diidentifikasikan secara langsung dengan jasa yang dihasilkan karena biaya yang dikeluarkan untuk semua kegiatan bank
1. Menjadi biaya pada periode terjadinya
d. Biaya overhead yang terjadi di bank memiliki ciri-ciri : Tidak dapat diidentifikasikan secara langsung dengan jasa yang dihasilkan karena biaya yang dikeluarkan untuk semua kegiatan bank
1. Menjadi biaya pada periode terjadinya
2. Tidak memberikan manfaat untuk masa yang akan dating
Contoh biaya overhead : biaya gaji pegawai, tunjangan-tunjangan, biaya penyusutan aktiva tetap, biaya kegiatan kantor dll.
-Biaya
Non Operasional Yaitu biaya–biaya yang yang dikeluarkan yang tidak
berkaitan dengan kegiatan utama bank misalnya kerugian dari penjualan
aktiva tetap.
RESUME SEJARAH PASAR UANG DAN PASAR MODAL
Sejarah Reksa Dana Pasar Uang Pada tahun 1971,
Bruce R. Bent dan Henry B. R. Brown mendirikan dana pasar uang pertama
di Amerika Serikat Saat itu bernama Dana Cadangan dan ditawarkan kepada
investor yang tertarik dalam melestarikan kas mereka dan mendapatkan
tingkat pengembalian yang kecil. Beberapa dana lebih lama mengatur dan
pasar tumbuh secara signifikan selama beberapa tahun mendatang.
Dana
pasar uang di AS menciptakan celah di sekitar Peraturan T, yang pada
saat itu dilarang rekening giro dari membayar bunga dan dengan demikian
reksa dana pasar uang dapat dilihat sebagai pengganti untuk rekening
bank.
Sejarah
Reksadana Pasar Uang Di luar AS, dana pasar uang pertama didirikan pada
tahun 1968 dan dirancang untuk investor kecil. Dana tersebut disebut
conta Garantia dan diciptakan oleh John Oswin Schroy. Investasi Dana
sudah termasuk denominasi rendah kertas komersial.
Pada
1990-an, suku bunga bank di Jepang mendekati nol untuk jangka waktu.
Untuk mencari hasil yang lebih tinggi dari angka ini rendah di deposito
bank, investor reksa dana pasar uang yang digunakan untuk deposito
jangka pendek sebagai gantinya. Namun, dana uang beberapa pasar jatuh pendek dari nilai stabil mereka pada tahun 2001 karena kebangkrutan Enron,
di mana beberapa dana Jepang telah menginvestasikan, dan investor
melarikan diri ke pemerintah diasuransikan rekening bank. Sejak maka
nilai total pasar uang tetap rendah.
Dana
pasar uang di Eropa selalu jauh lebih rendah tingkat investasi modal
daripada Amerika Serikat atau Jepang. Aturan dalam Uni Eropa telah
selalu mendorong investor untuk menggunakan deposito bank jangka pendek,
bukan dana pasar uang
Reksa
dana pasar uang mencari nilai aset bersih atau NAB yang stabil (yang
biasanya $ 1,00 di Amerika Serikat) mereka dirancang untuk tidak pernah
kehilangan uang. Jika dana NAB turun di bawah $ 1,00, mengatakan bahwa
Dana "pecah dolar."
Ini
adalah langka, hingga krisis keuangan tahun 2008, hanya tiga dana
melanggar tangki dalam sejarah 37-tahun uang. Penting untuk dicatat
bahwa, meskipun berarti yang cukup aman, akan banyak kegagalan lebih
kecuali kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan yang menawarkan dana pasar
uang di masa lalu, campur tangan bila perlu untuk mendukung IMF dan
menghindari kebutuhan dana untuk "memecahkan dolar." Hal
ini dilakukan karena lebih dari yang diperlukan untuk keselamatan nilai
yang diharapkan ke bisnis membiarkan nilai dana – dalam kehilangan
pelanggan dan reputasi -.
Uang
Reksa dana pasar pertama adalah yang pertama untuk memecahkan tangki
Multifund pendapatan sehari-hari (FMDI) pada tahun 1978, dan
dikonfirmasi penghapusan NAB pada 94 sen per saham. Argumen yang tidak
teknis FMDI uang dana pasar, sedangkan jatuh tempo rata-rata sekuritas
dalam portofolio melebihi dua tahun, penghapusan dicapai. [6] Namun,
investor potensial diberitahu bahwa MFDI akan berinvestasi "hanya dalam
jangka pendek (30-90 hari ) kewajiban PASAR UANG
"Selain itu aturan yang membatasi pembayaran reksa dana pasar uang yang
dapat diinvestasikan dalam, Peraturan. 2-A7 UU Perusahaan Investasi
tahun 1940, itu tidak diadopsi hingga 1983. Sebelum
adopsi dari aturan reksa dana harus telah melaporkan sedikit berbeda
dari diri kita sebagai dana pasar uang, yang membuat FMDI. Pencarian
untuk hasil tinggi, FMDI diperoleh jatuh tempo dan tingkat suku bunga
yang lebih tinggi mempengaruhi nilai portofolionya. Untuk memenuhi dana
penyelesaian berkembang dipaksa untuk menjual sertifikat deposito pada
kerugian 3%, mendorong konfirmasi dari NAB Tingkat Pertama dan Dana
Pasar Uang, "melanggar dolar».
Komunitas
Bankir pemerintah AS mendanai kapal pecah pada tahun 1994, investor
membayar 96 sen per saham. Itu hanya kecelakaan kedua, sejarah 23-tahun
uang dan selama 14 tahun tidak kegagalan lebih lanjut. Dana investasi
sebagian besar dari aktivanya dalam Efek dari tarif diatur. Sebagai suku bunga mawar,
merupakan efek tingkat mengambang telah kehilangan nilai. Dana ini
adalah dana institusional uang bukanlah uang ritel, sehingga orang tidak
langsung terkena dampak.
Sejarah Pasar Modal Di IndonesiaDalam sejarah Pasar Modal Indonesia, kegiatan jual beli saham dan obligasi dimulai pada abad-19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan oleh Verreniging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, jual beli efek telah berlangsung sejak 1880.
Pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs mendirikan
cabang bursa efek di Batavia. Di tingkat Asia, bursa Batavia tersebut
merupakan yang tertua ke-empat setelah Bombay, Hongkong, dan Tokyo.
Zaman Penjajahan
Sekitar
awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai membangun perkebunan
secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salah satu sumber dana adalah
dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung
tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang
penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk
pribumi.
Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar modal.
Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya berdiri secara resmi pasar
modal di Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14
Desember 1912 dan bernama Vereniging voor de Effectenhandel (bursa efek) dan langsung memulai perdagangan.
Pada
saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu : Fa.
Dunlop & Kolf; Fa. Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa.
Adree Witansi & Co.; Fa. A.W. Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa.
Jeannette Walen; Fa. Wiekert & V.D. Linden; Fa. Walbrink & Co;
Wieckert & V.D. Linden; Fa. Vermeys & Co; Fa. Cruyff dan Fa.
Gebroeders.
Sedangkan
Efek yang diperjual-belikan adalah saham dan obligasi
perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi
yang diterbitkan Pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham
perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi
di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya.
Perkembangan
pasar modal di Batavia tersebut begitu pesat sehingga menarik
masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat tersebut, pada tanggal 11
Januari 1925 di kota Surabaya dan 1 Agustus 1925 di Semarang resmi
didirikan bursa.
Anggota
bursa di Surabaya waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa.
Gijselman & Steup, Fa. V. Van Velsen, Fa. Beaukkerk & Cop, dan
N. Koster. Sedangkan anggota bursa di Semarang waktu itu adalah : Fa.
Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. Monad & Co, Fa.
Companien & Co, serta Fa. P.H. Soeters & Co.
Perkembangan
pasar modal waktu itu cukup menggembirakan yang terlihat dari nilai
efek yang tercatat yang mencapai NIF 1,4 milyar (jika di indeks dengan
harga beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah + Rp. 7 triliun) yang berasal dari 250 macam efek.
Perang Dunia II
Pada
permulaan tahun 1939 keadaan suhu politik di Eropa menghangat dengan
memuncaknya kekuasaan Adolf Hitler. Melihat keadaan ini, pemerintah
Hindia Belanda mengambil kebijaksanaan untuk memusatkan perdagangan
Efek-nya di Batavia serta menutup bursa efek di Surabaya dan di
Semarang.
Namun
pada tanggal 17 Mei 1940 secara keseluruhan kegiatan perdagangan efek
ditutup dan dikeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa semua efek-efek
harus disimpan dalam bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Penutupan ketiga bursa efek tersebut sangat mengganggu likuiditas efek,
menyulitkan para pemilik efek, dan berakibat pula pada penutupan
kantor-kantor pialang serta pemutusan hubungan kerja. Selain itu juga
mengakibatkan banyak perusahaan dan perseorangan enggan menanam modal di
Indonesia.
Dengan
demikian, dapat dikatakan, pecahnya Perang Dunia II menandai
berakhirnya aktivitas pasar modal pada zaman penjajahan Belanda
Sejarah > Pasar Modal Orde Lama
Aktif Kembali
Setahun
setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan RI, tepatnya pada
tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah.
Peristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali Pasar Modal Indonesia.
Didahului
dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No. 13 tanggal 1 September
1951, yang kelak ditetapkankan sebagai Undang-undang No. 15 tahun 1952
tentang Bursa, pemerintah RI membuka kembali Bursa Efek di Jakarta pada
tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama 12 tahun. Adapun
penyelenggaraannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan
Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 bank negara dan beberapa makelar
Efek lainnya dengan Bank Indonesia sebagai penasihat.
Sejak
itu Bursa Efek berkembang dengan pesat, meskipun Efek yang
diperdagangkan adalah Efek yang dikeluarkan sebelum Perang Dunia II.
Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan
pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954, 1955, dan 1956. Para
pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik perorangan maupun
badan hukum. Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase
dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam.
Masa Konfrontasi
Namun
keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958, karena mulai saat
itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa. Hal ini
diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI terhadap
Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan
mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia.
Perkembangan
tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik
Indonesia dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya
aksi pengambil-alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai
dengan Undang-undang Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958.
Kemudian
disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda
(BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk
memperdagangkan semua Efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di
Indonesia, termasuk semua Efek yang bernominasi mata uang Belanda, makin
memperparah perdagangan Efek di Indonesia.
Tingkat
inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi ketika itu, makin menggoncang
dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar
modal, juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun
1966.
Penurunan
ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah,
sehingga tidak menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang
surut Pasar Modal Indonesia pada zaman Orde Lama
Sejarah > Pasar Modal Orde Baru
Langkah
demi langkah diambil oleh pemerintah Orde Baru untuk mengembalikan
kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang rupiah. Disamping pengerahan
dana dari masyarakat melalui tabungan dan deposito, pemerintah terus
mengadakan persiapan khusus untuk membentuk Pasar Modal.
Dengan
surat keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968, di BI
di bentuk tim persiapan (PU) Pasar Uang dan (PM) Pasar Modal. Hasil
penelitian tim menyatakan bahwa benih dari PM di Indonesia sebenarnya
sudah ditanam pemerintah sejak tahun 1952, tetapi karena situasi politik
dan masyarakat masih awam tentang pasar modal, maka pertumbuhan Bursa
Efek di Indonesia sejak tahun 1958 s/d 1976 mengalami kemunduran.
Setelah
tim menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka dengan surat keputusan
Kep-Menkeu No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan,
dan pada tahun 1976 dibentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral.
Dengan
terbentuknya Bapepam, maka terlihat kesungguhan dan intensitas untuk
membentuk kembali PU dan PM. Selain sebagai pembantu menteri keuangan,
Bapepam juga menjalankan fungsi ganda yaitu sebagai pengawas dan
pengelola bursa efek.
Pada
tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan kepres RI No. 52 tahun 1976 pasar
modal diaktifkan kembali dan go publik-nya beberapa perusahaan. Pada
jaman orde baru inilah perkembangan PM dapat di bagi menjadi 2, yaitu
tahun 1977 s/d 1987 dan tahun 1987 s/d sekarang.
Perkembangan
pasar modal selama tahun 1977 s/d 1987 mengalami kelesuan meskipun
pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang
memanfaatkan dana dari bursa efek. Fasilitas-fasilitas yang telah
diberikan antara lain fasilitas perpajakan untuk merangsang masyarakat
agar mau terjun dan aktif di Pasar Modal.
Tersendatnya
perkembangan pasar modal selama periode itu disebabkan oleh beberapa
masalah antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang
terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham dan lain sebagainya.
Untuk
mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang
berkaitan dengan perkembangan pasar modal, yaitu Paket Kebijaksanaan
Desember 1987, Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan
Desember 1988.
Pakdes 1987
Pakdes
1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan
obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam,
seperti biaya pendaftaran emisi efek. Selain itu dibuka pula kesempatan
bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49% dari total emisi.
Pakdes
87 juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan
memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum
memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.
Pakto 88
Pakto
88 ditujukan pada sektor perbankkan, namun mempunyai dampak terhadap
perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L
(Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito.
Pengenaan
pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal. Sebab
dengan keluarnya kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan
yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.
Pakdes 88
Pakdes
88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal
dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.
Karena tiga kebijaksanaan inilah pasar modal menjadi aktif untuk periode 1988 hingga sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar