BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Kanker
paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada pria dan
wanita. Selama 50 tahun terakhir terdapat suatu peningkatan insidensi
paru – paru yang mengejutkan. America Cancer Society memperkirakan bahwa
terdapat 1.500.000 kasua baru dalam tahun 1987 dan 136.000 meningggal.
Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 1993
dilaporkan 173.000/tahun, di inggris 40.000/tahun, sedangkan di
Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanhyak. Di RS Kanker Dharmais
Jakarta tahun 1998 tumor paru menduduki urutan ke 3 sesudah kanker
payudara dan leher rahim. Karena sistem pencatatan kita yang belum baik,
prevalensi pastinya belum diketahui tetapi klinik tumor dan paru di
rumah sakit merasakan benar peningkatannya. Sebagian besar kanker paru
mengenai pria (65 %), life time risk 1:13 dan pada wanita 1:20. Pada
pria lebih besar prevalensinya disebabkan faktor merokok yang lebih
banyak pada pria. Insiden puncak kanker paru terjadi antara usia 55 – 65
tahun.
Kelompok
akan membahas Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kanker Paru.
Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif dana
mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden kanker paru
melalui upaya preventif, promotof, kuratif dan rehabilitatif.
B. Rumusan Masalah
Ø Apa yang dimaksud dengan Penyakit Ca Paru…?
Ø Bagai mana Etiologi dari penyakit Ca Paru…?
Ø Bagai mana Klasifikasi dari penyakit Ca paru…?
Ø Bagai mana manifestasi Klinik dari penyakit Ca Paru…?
Ø Sepertia apa Tingkatan sdadium dari penyakit Ca Paru..?
Ø Bagai mana diagnose keperawatan dari penyakit Ca Paru…?
Ø Bagai Mana Bentuk Asuhan Keperawatan Dari penyakit Ca Paru..?
C. Tujuan Penulisan.
Tujuan
dari penulisan/ Penyusunan makalah ini, supaya Mahasiswa mampu untuk
memahami pengertian, etiologi, klasifikasi, stadium, pathway,
patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan asuhan
keperawatan pada klien dengan kanker paru.
D. Manfaat Penulisan
Semoga makalah ini dapat menyumbangkan sedikit pengetahuan kepada mahasiswa ,dan mampu memberikan sedikit gambaran tentang beberapa model penerapan asuhan keperawatan yang ada di rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian.
Tumor
paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi,
1995). Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami
proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000). Kanker paru-paru
adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan
paru.Patogenesis kanker paru belum benar-benar dipahami. Sepertinya sel
mukosal bronkial mengalami perubahan metaplastik sebagai respon terhadap
paparan kronis dari partikel yang terhirup dan melukai paru. Sebagai
respon dari luka selular, proses reaksi dan radang akan berevolusi. Sel
basal mukosal akan mengalami proliferasi dan terdiferensiasi menjadi sel
goblet yang mensekresi mukus.
B. Etiologi
Meskipun
etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada
beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden
kanker paru :
1. Merokok.
Tak
diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang
defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh
batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti
ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok
ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah
meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok
dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan
dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan,
menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden
karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan
penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat
kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk
radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat
insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel
(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite
(paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos
dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara.
Mereka
yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari
pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya
karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. (
Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.
Teori
Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen
suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen
supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan
(insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1
dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk
mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen
kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi
sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian
kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel
sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
6. Diet.
Dilaporkan
bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan
tingginya resiko terkena kanker paru. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
C. Penemuan / Pengenalan awal
Pengenalan
awal penyakit ini sulit dilakukan bila hanya berdasarkan keluhan saja.
Biasanya keluhan ringan terjadi pada mereka yang masih dalam stage dini
yaitu stage I dan II. Data di Indonesia maupun laporan negara maju kebanyakan kasus kanker paru terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada stage lanjut (stage III dan IV).
D. Klasifikasi.
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker
ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk
metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol
kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa
centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening
hilus, dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya
terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul
dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus.
Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan
sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe
hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ
distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan
susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus.
Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang
dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan
fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh
darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak
menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan
sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini
cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat
dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f. Lain – lain.
1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor kelenjar bronchial.
3). Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak terklasifikasi.
7). Mesotelioma.
8). Melanoma.
E. Manifestasi Klinis.
1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Gejala umum.
a.Batuk
Kemungkinan
akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai
batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik
dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap
infeksi sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
F. Stadium (Staging Kanker Paru)
Staging (penderajatan) untuk kanker paru berdasarkan tumor (T) dan penyebarannya ke getah bening (N) dan organ lain (M).
Stage kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) terdiri dari :
Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks)
Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau menyebar ke organ lain.
Stage kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) dibagi atas :
Stage
0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan IV yang ditentukan menurut
International Staging System for Lung Cancer 1997, berdasarkan sistem
TNM.
Stadium
|
TNM
|
Occult carcinoma
0
IA
IB
IIA
IIB
IIIA
IIIB
IV
|
Tx N0 M0
Tis N0 M0
T1 N0 M0
T2 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0, T3 N0 M0
T1 N2 M0, T2 N2 M0, T3 N1 M0, T3 N2 M0
Sebarang T N3 M0, T4 sebarang N M0
Sebarang T sebarang N M1
|
Kategori TNM untuk Kanker Paru :
T : Tumor Primer
To : Tidak ada bukti ada tumor primer
Tx : Tumor
primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan sel
tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara
radiologis atau bronkoskopis.
Tis : Karsinoma in situ
T1 : Tumor
dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi oleh
jaringan paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi tidak
lebih proksimal dari bronkus lobus (belum sampai ke bronkus utama).
Tumor sembarang ukuran dengan komponen invasif terbatas pada dinding
bronkus yang meluas ke proksimal bronkus utama.
T2 : Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut :
- Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm
- Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina, dapat mengenai pleura viseral
- Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang meluas ke daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.
T3 : Tumor
sembarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding dada (termasuk
tumor sulkus superior), diafragma, pleura mediastinum atau tumor dalam
bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau
tumor yang berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif
seluruh paru.
T4 : Tumor
sembarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung, pembuluh
besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang disertai
dengan efusi pleura ganas atau tumor satelit nodul ipsilateral pada
lobus yang sama dengan tumor primer.
N : Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai
No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1 : Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung
N2 : Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau KGB subkarina
N3 : Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral
M : Metastasis (anak sebar) jauh
Mx : Metastasis tak dapat dinilai
Mo : Tak ditemukan metastasis jauh
M1 : Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus tumor primer dianggap sebagai M1
H. Patofisiologi
Dari
etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan
cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen.
Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan
oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa
timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan
korpus vertebra.
Lesi
yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan
diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul
dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing
unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada
stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.
G. Pemeriksaan Diagnostik.
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan
pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa
udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk
atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi
untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur
non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
H. Penatalaksanaan.
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang
pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi,
tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan,
2000)
1. Pembedahan.
Tujuan
pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak
mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma
bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
Resesi baji.
Tumor
jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan
yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru
berbentuk baji (potongan es).
Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2. Radiasi
Pada
beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan
komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap
pembuluh darah/ bronkus.
3. Kemoterafi.
Kemoterapi
digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani
pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta
untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Alur Tindakan Diagnosis Kanker Pa
I. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kanker Paru.
1. Pengkajian.
a. Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1). Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2). Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
3). Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan.
Kesulitan menelan
Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema
wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/
periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6). Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu
pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
7). Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum.
Nafas pendek
Pekerja yang terpajan polutan, debu industri
Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/
mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/
mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
8). Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9). Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel besar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10). Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis Kegagalan untuk membaik.
b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
Frekuensi dan irama jantung.
Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht).
Pemantauan tekanan vena sentral.
Status nutrisi.
Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi.
Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
1). Aktivitas atau istirahat.
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2). Sirkulasi.
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3). Eliminasi.
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine , Bisng usus, samara atau jelas.
4). Makanan dan cairan.
Gejala : Mual atau muntah
5). Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.
6). Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi Atau efek – efek anastesi.
2. J. Diagnosa Keperawatan Dan Rencana Keperawatan.
a. Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas
Dapat dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi :
a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.
b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi.
Rasional
: Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang
sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan
sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler.
Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas
sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor.
c) Kaji adanmya sianosis
Rasional
: Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis
sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah
paling indikatif.
d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
e) Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional
: Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar
evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan :
- Kehilangan fungsi silia jalan nafas
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
- Meningkatnya tahanan jalan nafas
Kriteria hasil :
- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.
Intervensi :
a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
c) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.
Rasional
: Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi
gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah,
adan/ atau puulen.
d) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
e)
Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll.
Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi,
hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional
: Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan
viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan
sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.
3). Ketakutan/Anxietas.
Dapat dihubungkan :
- Krisis situasi
- Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.
- Faktor psikologis.
Kriteria hasil :
- Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
- Mengakui dan mendiskusikan takut.
- Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
- Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.
b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.
e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional
: Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi
dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk
mengatasi.
4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang informasi.
- Kesalahan interpretasi informasi.
- Kurang mengingat.
Kriteria hasil :
- Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
- Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
- Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.
- Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
Intervensi :
a) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.
Rasional
: Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup
perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/
tugas baru.
b) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat
Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
c) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.
Rasional
: Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan
berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk
menyembuhan.
d) Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional
: Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode
istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah
konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.
b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas.
Dapat dihubungkan :
- Pengangkatan jaringan paru
- Gangguan suplai oksigen
- Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
- Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a) Catat
frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan
otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.
Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru.
b) Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal.
Rasional
: Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi
normal pada pasien pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus
menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada.
c) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat
Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas.
d) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai posisi miring.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
e) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat.
Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan :
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret
- Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.
- Kelemahan/ kelelahan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas, dan pernafasan tak bising.
Intervensi :
a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan nafas.
b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional
: Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan
menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret.
Penekanan dilakukan oleh perawat.
c) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.
Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.
3). Nyeri (akut).
Dapat dihubungkan :
- Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
- Adanya selang dada.
- Invasi kanker ke pleura, dinding dada
Kriteria hasil :
- Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.
- Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 – 10.
Rasional
: Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala
rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat
untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional
: Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan
petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.
c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional
: Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada
insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan
kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan
mengatasinya.
d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
4). Anxietas.
Dapat dihubungkan:
- Krisis situasi
- Ancaman/ perubahan status kesehatan
- Adanya ancman kematian.
Kriteria hasil :
- Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah
- Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat
- Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Intervensi :
a) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.
Rasional
: Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru
yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman
persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan
memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
b) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.
c) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional
: Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan
penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan emebuka cara
penyelesaiannya.
d)
Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan
bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi..
e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
Rasional
: Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian
pada pasien yang merasa tek berdaya dalam menerima pengobatan dan
diagnosa.
f) Berikan kenyamanan fiik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.
5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber
- Salah interperatasi informasi.
- Kurang mengingat
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.
- Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.
- Berpartisipasi dalam proses belajar.
- Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi :
a) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan.
Rasional
: Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk
belajar lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat
menyertai intervensi bedah dan informasi penting untuk memampukan
pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan informasi.
b)
Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan
memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi
tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan.
Rasional
: Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan,
kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat komplikasi.
c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.
Rasional
: Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting
sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan
untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit stres.
BAB
P E N U T U P
a. Kesimpulan
a. Kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada wanita maupun pria, yang sering kali di sebabkan oleh merokok.
b. Setiap
tipe timbul pada tempat atau tipe jaringan yang khusus, menyebabkan
manifestasi klinis yang berbeda, dan perbedaan dalam kecendrungan
metastasis dan prognosis.
c. Karena
tidak ada penyembuhan dari kanker, penekanan utama adalah pada
pencegahan misalnya dengan berhenti merokok karena perokok mempunyai
peluang 10 kali lebih besar untuk mengalami kanker paru di bandingkan
bukan perokok, dan menghindari lingkungan polusi.
d. Pengobatan
pilihan dari kanker paru adalah tindakan bedah pengangkatan tumor.
Sayangnya, sepertiga dari individu tidak dapat dioperasi ketika mereka
pertama kali didiagnosa.
e. Asuhan
keperawatan pascaoperasi klien setelah bedah toraks berpusat pada
peningkatan ventilasi dan reekspansi paru dengan mempertahankan jalan
nafas yang bersih, pemeliharaan sistem drainage tertutup, meningkatkan
rasa nyaman dengan peredaran nyeri, meningkatkan masukan nutrisi, dan
pemantauan insisi terhadap perdarahan dan emfisema subkutan.
5. Saran
a. Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kanker Paru diperlukan pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat.
b. Informasi
atau pendidkan kesehatan berguna untuk klien dengan kanker paru
misalnya mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok, memperhatikan
lingkungan kerja terkait dengan polusinya.
c. Dukungan psikologik sangat berguna untuk klien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar